Sudah bulan oktober, bumi belahan utara akan mengalami musim dingin di akhir tahun ini. Winter is coming.
Berita di laman dunia mengkhawatirkan, saudara kita di Eropa, terutama di Inggris dan Jerman, terdampak parah krisis inflasi. Biaya energi mahal. Satu dua rumah mulai bakar kayu untuk menghangatkan ruangan.
Harga melambung tinggi, akibat krisis geopolitik Rusia vs Ukraina. Eropa memotong beberapa supply komoditas dari Rusia, namun disaat yang sama tidak punya alternatif dengan harga sama. Akhirnya harus ambil lebih mahal ke tempat lain.
Bahan baku akhir nya naik, ongkos produksi barang meningkat, harga naik, sementara daya beli berkurang. Masyarakat eropa tekan spending. Pilihan lay off karyawan pun dipilih, agar perusahaan bisa jalan, akhirnya banyak pengangguran, banyak gagal bayar kredit, kehancurannya kemana-mana.
Dalam ketidakpastian ini, semua orang yang punya menahan liquiditas, menahan uang, laju putaran uang juga menyempit. Resesi akhirnya didepan mata. Putaran ekonomi melambat, arus uang tak sederas kemarin-kemarin.
Lalu bagaimana Entitas Baitul Maal mampu menjawab masalah diatas? Apa peran kita sebagai negeri di belahan selatan bumi? Apa potensi yang kita bisa lakukan via baitul Mall? Bagaimana Baitull Maal membangun ketahanan ekonomi?
Pengamat Ekonomi Syariah, Adiwarman Karim, dalam bukunya, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer, menulis, Abu Yusuf (798 H) merupakan ekonom pertama yang secara rinci menulis tentang kebijakan ekonomi dalam kitabnya, Al Kharaj, yang menjelaskan tanggung jawab ekonomi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya.
Menurut Adiwarman, di zaman Rasulullah SAW, sisi penerimaan APBN terdiri atas kharaj (sejenis pajak tanah), zakat, kums (pajak 1/5), jizyah (sejenis pajak atas badan orang non-Muslim), dan penerimaan lain-lain (di antaranya kafarat/denda).
Sementara itu, pengeluaran terdiri atas pengeluaran untuk kepentingan dakwah, pendidikan dan kebudayaan, iptek, hankam, kesejahteraan sosial, dan belanja pegawai.
Penerimaan zakat dan kums dihitung secara proporsional berdasar persentase, bukan nilai nominal, sehingga ia akan menstabilkan harga dan menekan inflasi ketika permintaan agregat lebih besar daripada penawaran agregat.Sistem zakat perniagaan tidak akan memengaruhi harga dan jumlah penawaran karena zakat dihitung dari hasil usaha.
Berbeda dengan hal tersebut, saat ini PPN dihitung atas dasar harga barang. Dengan demikian, harga barang bertambah mahal dan jumlah yang ditawarkan lebih sedikit.
Di zaman Khulafaur Rasyidin, begitu banyak contoh nyata pengelolaan dana rakyat yang baik. Di zaman Umar ibn Khattab RA, penerimaan Baitul Maal mencapai 160 juta dirham. Di sisi pengeluaran, Umar memerintahkan Amr bin Ash, gubernur Mesir, untuk membelanjakan sepertiga APBN untuk membangun infrastruktur.
APBN di zaman-zaman para teladan tersebut jarang mengalami defisit. Dengan ketiadaan defisit, tidak ada uang baru yang dicetak dan inflasi tidak akan terjadi (karena adanya ekspansi moneter).
Formula konsep seperti ini bisa di terapkan pada Koperasi khususnya Kopsyah baik yang nangani khusus BMT atau Kopsyah yang focus utamanya perniagaan yang sedang kita jalankan sekarang ini. nabung dan pembiayaan di sangat berarti untuk sebaran pertumbuhan ketahanan ekonomi di lingkup bawah hingga menengah.